Elshinta.com - Dengan mengalami akulturasi, kesenian debus dengan tradisi lokal bahkan teknologi modern, maka secara tanpa disengaja, kesenian ini pun mengalami penyusutan kemurniannya, atau dengan kata lain, debus sudah mengalami pergeseran.
Debus adalah salah satu bentuk seni beladiri yang lebih mempertunjukkan kekuatan tubuh manusia yang luar biasa, seperti ketahanan terhadap pukulan benda keras, panas api, kebal terhadap senjata tajam dan lainnya.
Di tengah derasnya arus globalisasi, salah seorang seniman debus di Desa Jabong Kampung Cihonje, Kecamatan Subang, Kabupaten Subang, Jawa Barat terus menggelorakan kesenian tradisonal yang diwariskan sejak jaman Sultan Maulana Hasanudin Banten, yakni Debus.
“Kami hanya meneruskan saja, agar budaya dan seni tradisional Sunda, khususnya kesenian debus jangan hilang,” kata Ketua Padepokan "Van's jejer " Ipandi Asdar kepada Kontributor Elshinta, Hari Nurdiansyah.
Kang Aji dari Padepokan Jejer Djati merasa prihatin melihat antusiasme masyarakat yang begitu minim terhadap kesenian debus, dan tidak hanya debus banyak kesenian tradisional sudah mulai dilupakan. Padahal kata dia, kesenian tradisonal itu tidak boleh hilang.
“Semakin ke sini, kalau kita tidak menggalakan terus, pemuda di lingkungan kita akan semakin tergerus oleh budaya luar,” ujarnya.
Namun ditengah kesadaran Kang Aji terhadap kesenian tradisonal, tidak dibarengi oleh perhatian dari pemerintah Kabupaten Subang. Sehingga, Kang Aji harus memutar otak, supaya kesenian yang dia ajarkan kepada murid-muridnya itu tetap berjalan.
“Saya merasakan, dari dulu pemerintah hanya menggembor-gemborkan, tolong kesenian tradisonal jangan dihilangkan. Tetapi kenyataannya ke kami, belum ada sedikit pun bantuan,” ungkapnya.
Padepokan Jejer Djati, memamerkan Debus Banten menunjukan kepada para pengunjung, tentang kebudayaan lokal di Subang. Cara itu, dinilai Kang Aji bakal menarik perhatian sejumlah wisatawan kepada kesenian Debus khususnya, umumnya kesenian tradisional yang ada di Kabupaten Subang.