Elshinta.com - Aroma wangi menusuk hidung begitu ketika memasuki halaman depan rumah Tata Surnata di Lanud Surya Dharma, Kalijati, Subang, Jawa Barat.
Sebagian dari Anda mungkin masih terasa asing jika mendengar musang dijadikan sebagai hewan peliharaan. Bukan tanpa alasan memang, sebagian besar masyarakat kita masih akrab dengan kucing, anjing ataupun kelinci yang dijadikan sebagai hewan peliharaan.
Komunitas pecinta musang Musang Lovers Subang (MLS) Sub Regional Barat di Kabupaten Subang, Jawa Barat, mencoba melestarikan habitat binatang tersebut di tengah perburuan liar yang dilakukan warga.
"Kita coba melakukan pemeliharaan dan pengembangan hewan ini," kata Ketua Komunitas Musang Sub Regional Barat Tata Surnata seperti dilaporkan Kontributor Elshinta, Hari Nurdiansyah, Selasa (14/6).
Tata menjelaskan, musang oleh sebagian orang dianggap sebagai hewan buas yang menakutkan dan kerap menjadi hewan hama karena mengonsumsi ayam.
Namun para pencinta hewan itu berpandangan berbeda sehingga sudah ada 50 pemuda yang begitu perhatian dengan memelihara dan merawatnya. Untuk di Subang, ada satu komunitas yang memelihara dan mencintai musang tersebut, yaitu Musang Lovers Subang.
Komunitas itu memiliki koleksi musang dari mulai musang pandan yang berbau tidak sedap, musang Bali, musang akar dari Aceh, musang bulan dari Kalimantan, hingga musang yang paling populer musang luwak.
"Kecintaan mereka terhadap musang berawal dari keprihatinan karena musang yang selalu diburu secara liar oleh warga atau pemburu karena kerap menjadi hama bagi warga dan petani," ujar Tata.
Komunitas pencinta musang tersebut mencoba memelihara hewan tersebut sehingga menjadi jinak dan menggemaskan.
Tata juga menjelaskan pelestarian yang dilakukan komunitasnya itu juga untuk mengantisipasi hilang dan punahnya populasi musang di Kabupaten Subang khususnya.
Pihaknya juga akan terus menambah koleksi musang karena di Indonesia terdapat 35 jenis musang yang tersebar dari Sabang sampai Merauke.
Saat ini Tata memiliki stok anakan musang usia 6 bulan sebanyak 3 ekor. Stok musang usia di bawah 2 bulan ada 7 ekor.
Dia melepas anakan musang ke alam liar serta menjual melalui grup jual-beli di Facebook atau dari mulut ke mulut sesama hobies. Kebanyakan dijual ke Jakarta, Surabaya, sesama pelestari musang.
“Paling jauh (kirim) ke Surabaya. Ke luar pulau selain Surabaya belum berani. Lewat darat, perjalanannya terlalu jauh,” kata Tata.
Paling mahal Tata pernah menjual seekor musang bulan hasil penangkaran seharga Rp 1,8 juta. Menghasilkan musang bulan terbilang sulit, karena warn bulunya didapat dari kelainan genetis.
"Ada unsur pelestarian alam juga. Jadi nggak diburu secara liar di alam yang mungkin ditangkap bukan untuk dibudidayakan tapi hanya untuk dijual atau dikonsumsi dagingnya,” ujarnya.
Anggota TNI AU yang berdinas di Lanud Surya dharma ini juga mengaku welcome kepada masyarakat atau pemula yang menyenangi dunia binatang bila tertarik mempelajari hidup musang pandan, akar, dan bulan tanpa harus datang ke alam liar. “Kita dapat mengedukasi mereka yang kurang faham musang, makannya apa, habitatnya, karakternya, cara budidayanya, dan lain-lainnya," ujarnya.
Penangkaran salah satunya juga untuk mengurangi jumlah penangkapan liar musang di alam. Kebanyakan musang yang didapat dari alam ditangkap saat masih kecil. Padahal musang rentan mati jika ditangkap oleh orang yang tidak berpengalaman.
“Memelihara musang dari kecil biasanya agak susah hidup kalau tidak tahu penangananya,” tandas Tata.