Pemerintah Australia Akan Mendata Etnis Penduduknya untuk Melengkapi Ukuran Keberagaman Budaya
Elshinta
Selasa, 28 Juni 2022 - 09:57 WIB | Penulis : Mitra Elshinta Feeder
Pemerintah Australia Akan Mendata Etnis Penduduknya untuk Melengkapi Ukuran Keberagaman Budaya
ABC.net.au - Pemerintah Australia Akan Mendata Etnis Penduduknya untuk Melengkapi Ukuran Keberagaman Budaya

Pemerintah Australia mengumumkan akan mengumpulkan data etnis penduduk untuk bisa mengukur keberagaman warganya. Kurangnya pemahaman soal multikultural telah menghambat penanganan pandemi COVID-19.

Selama ini, pengukuran melalui Sensus Penduduk hanya menanyakan negara kelahiran dan bahasa yang digunakan di rumah oleh penduduk. Data inilah yang menjadi indikator keberagaman yang digunakan oleh lembaga pemerintah.

Namun, para pengamat menilai hal ini tidak memadai dalam menangkap keberagaman masyarakat. Salah satu sebabnya karena banyak penduduk dari berbagai latar belakang etnis telah lahir di Australia dan berbicara bahasa Inggris di rumah.

"

"Australia tidak secara efektif mengukur keberagaman masyarakatnya," kata Menteri Imigrasi Andrew Giles.

"

Dia mengakui kegagalan Australia mengumpulkan data tentang etnis atau ras penduduknya — tidak seperti AS, Kanada, dan Selandia Baru — adalah hambatan utara untuk memahami masalah yang dihadapi warga Australia yang multibudaya.

"Kita tidak mengumpulkan data yang memungkinkan untuk memahami representasi kelompok penduduk yang beragam," kata Menteri Giles kepada ABC News.

"Hal ini menjadi masalah besar selama pandemi, di mana kita melihat dampak yang sangat tidak merata, terutama dalam pelaksanaan vaksinasi," jelasnya.

Sebelumnya ABC melaporkan meskipun pemerintah federal telah berkomitmen mengambil data etnis selama vaksinasi COVID-19, namun hanya negara bagian Victoria yang telah melakukannya.

Data menunjukkan masyarakat pendatang yang beragam secara budaya dan bahasa lebih terpukul oleh pandemi, seperti yang terjadi di Sydney Barat dan Melbourne.

"Seseorang yang lahir di Timur Tengah terdampak 10 kali lebih mungkin meninggal selama pandemi daripada seseorang yang lahir di Australia," kata Menteri Giles.

Data Biro Statistik Australia (ABS) hingga Januari 2021 menunjukkan penduduk Australia yang lahir di Timur Tengah dan Afrika Utara punya kemungkinan 10 kali lebih besar  meninggal akibat COVID.

Sementara penduduk yang lahir di Asia Tenggara, Asia Selatan dan Asia Tengah, memiliki kemungkinan dua kali lebih besar meninggal dunia karena COVID.

"Itu contoh paling ekstrem dari kegagalan kita untuk memastikan bahwa semua penduduk diperhitungkan dan didukung melalui masa-masa sulit. Saya tidak ingin hal itu terjadi lagi," tegas Menteri Giles.

Ia menyebut pemerintah akan membentuk kelompok kerja yang bertugas mengembangkan standar nasional untuk kegiatan pengumpulan data etnis dan keberagaman masyarakat Australia.

Ketua Federasi Dewan Masyarakat Etnis Australia Mohammad al-Khafaji menyambut baik rencana pemerintah.

Menurut dia, pandemi COVID telah mengungkapkan adanya hambatan sistemik dalam penanganan akibat kurangnya pemahaman tentang keberagaman masyarakat.

"Kami telah menyerukan pentingnya pemahaman ini sejak beberapa tahun terakhir," katanya.

"

"Jika Anda tidak dihitung, Anda tak tahu bahwa Anda eksis. Program dan kebijakan tidak akan mencerminkan keberagaman Australia saat ini," ujar Al-Khafaji.

"

Menjelang Sensus Penduduk 2021, warga dari latar belakang etnis minoritas Kepulauan Asia dan Pasifik menyatakan bahwa Biro Statistik Australia tidak secara akurat menangkap identitas leluhur mereka.

Menteri Giles mengakui data yang ada saat ini tidak tepat, karena informasi tentang tempat kelahiran tidak mampu menceritakan secara lengkap tentang orang yang bersangkutan, serta bagaimana dia mengidentifikasi dirinya.

Perlunya data tentang rasisme

Sementara itu Komisiner Diskriminasi Rasial pada Komnas HAM Australia, Chin Tan, juga menyambut baik rencana pemerintah ini.

"Kita sekarang mengarah ke wilayah yang seharusnya sudah kita tangani sejak lama," kata Chin Tan.

"Ini langkah positif untuk mendapatkan lebih banyak informasi yang akan mendukung masyarakat multikultural dan mendukung Australia dalam memajukan multikulturalisme," ujarnya.

Dia mengatakan Komnas HAM ingin melihat pengumpulan data yang lebih besar tentang masalah ras dan rasisme.

Menurut Chin, Australia masih tertinggal jauh dari negara lain dalam kebijakan dan program multikultural.

"Masa depan multikultural kita perlu ditingkatkan dan semakin diperkuat," katanya.

Diproduksi oleh Farid Ibrahim dari artikel ABC News.

DISCLAIMER: Komentar yang tampil sepenuhnya menjadi tanggungjawab pengirim, dan bukan merupakan pendapat atau kebijakan redaksi Elshinta.com. Redaksi berhak menghapus dan atau menutup akses bagi pengirim komentar yang dianggap tidak etis, berisi fitnah, atau diskriminasi suku, agama, ras dan antargolongan.
Baca Juga
 
Populasi India Diprediksi akan Lampaui China, Menjadikannya Negara Terpadat di Dunia 2023
Kamis, 14 Juli 2022 - 09:09 WIB
Laporan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) memperkirakan, populasi India akan melampaui China pada 202...
Terkait Manuver China di Pasifik, Menhan Australia Peringatkan Koalisi AS-Australia Tidak Bisa Tinggal Diam
Kamis, 14 Juli 2022 - 09:09 WIB
Menteri Pertahanan Australia, Richard Marles, menyerukan kerja sama yang lebih erat dengan Amerika S...
Kisruh Dugaan Penyelewengan Dana ACT, Ini Tanggapan Pengelola Dana Kompensasi Korban Boeing
Kamis, 14 Juli 2022 - 09:09 WIB
Senin dan Selasa kemarin (12/07) Bareskrim Polri telah memeriksa mantan pemimpin organisasi filant...
Kapal Selam Nuklir China Terus Membuntuti Kapal Perang Australia karena Dituding Memasuki Wilayahnya
Kamis, 14 Juli 2022 - 09:09 WIB
Departemen Pertahanan Australia menolak untuk menjelaskan pertemuan kapal perangnya dengan pihak m...
Twitter Gugat Elon Musk, Menuntutnya Bertanggung Jawab Menyelesaikan Perjanjian Akuisisi
Kamis, 14 Juli 2022 - 09:09 WIB
Twitter telah menggugat Elon Musk dengan tuntutan agar bertanggung jawab menyelesaikan akuisisi per...
Presiden Sri Lanka Melarikan Diri Bersama Istrinya ke Maladewa
Kamis, 14 Juli 2022 - 09:09 WIB
Presiden Sri Lanka, Gotabaya Rajapaksa, telah meninggalkan negara itu tak lama setelah pengunjuk ras...
Presiden Jokowi Akhiri Rangkaian Lawatan, Fokus pada Krisis Pangan dan Misi Perdamaian Rusia-Ukraina
Selasa, 12 Juli 2022 - 11:02 WIB
Presiden Indonesia Joko Widodo mengakhiri perjalanannya ke Ukraina dan Rusia, mendorong pemulihan k...
Kota Leeton di Pedalaman Australia Membuka Diri untuk Pendatang dan Pencari Suaka
Selasa, 12 Juli 2022 - 11:02 WIB
Ketika ayah Ali Mehdi, seorang migran asal Pakistan, meninggal pada tahun 2017, dia mulai mencari ne...
Tiga Orang Tewas dalam Penembakan di Pusat Perbelanjaan di Denmark
Selasa, 12 Juli 2022 - 11:02 WIB
Perdana Menteri Denmark mengatakan penembakan di sebuah pusat perbelanjaan di Kopenhagen adalah &quo...
Warga Migran Berpikir untuk Meninggalkan Australia Karena Kenaikan Biaya Hidup
Selasa, 12 Juli 2022 - 11:02 WIB
Kenaikan harga kebutuhan di Australia telah membuat para migran berpikir dua kali tentang apakah mas...

InfodariAnda (IdA)

Elshinta
CGTN INDONESIA

PM Kamboja temui Wang Yi